-->

Thursday, September 23, 2010

Dunia Tempat Beramal

Nun jauh di sebuah desa terpencil hiduplah sekelompok masyarakat yang mempunyai mata pencaharian bertani dan berdagang. Ketika itu hari pasar sedang berlangsung, desa tersebut ramai dikunjungi penduduk desa itu maupun dari desa lainnya. Diantara keramaian pasar ada tiga pemuda yang sedang menjajakan dagangannya, kayu bakar yang mereka bawa dari hutan. Mereka adalah Rohmat, Rosyid dan Romli.

Kegiatan sehari-hari ketiga pemuda itu mencari kayu-kayu bakar di hutan yang kemudian mereka jual ke pasar. Pekerjaan ini terus mereka lakukan tanpa pernah melirik pada perkejaan lain. Ketiga pemuda sebaya itu sangat akrab satu sama lain. Walaupun demikian ketiganya mempunyai perangai yang berbeda. Rohmat adalah pemuda yang sabar, tekun dalam beribadah dan suka bekerja keras. Setelah sholat shubuh di saat matahari belum terbit. Ia sudah pergi menjemput kedua temannya yang dijumpainya masih tertidur lelap untuk pergi ke hutan mencari kayu bakar. Rosyid kadang menjalankan sholat subuh kadang tidak. Romli si pemalas susah bangun pagi, kadang ia ditinggal saja oleh kedua temannya, karena katanya “Aku masih ngantuk, kalian duluan saja nanti aku menyusul”.

Image

Rohmat memperlihatkan rasa kasih sayang pada semua orang, ia sangat menyayangi saudara dan kedua orang tuannya. Ia juga menyayangi orang-orang di sekelilingnya. Ia akan segera membantu orang-orang yang perlu bantuannya. Temannya, Rosyid sikapnya biasa-biasa saja, ia tidak terlalu antusias dengan lingkungannya. Jika diajak oleh Rohmat untuk membantu masyarakat yang meminta bantuan, barulah ia pergi untuk membantu. Tapi Romli pemuda yang cuek, ia merasa tidak harus banyak membantu orang lain, karena menurutnya ia adalah orang miskin yang perlu bantuan orang lain juga. Terhadap keluarganya pun ia tidak punya perhatian. Ia lebih mengutamakan kepentingan dirinya sendiri. Begitulah ketiga sahabat itu memang berbeda, walaupun begitu tetap saja mereka selalu bersama.

Sampai suatu ketika mereka sepakat untuk pergi ke hutan sebelah Barat, dengan harapan bisa mendapatkan kayu-kayu bakar yang lebih baik kualitasnya dan lebih banyak dari yang biasa mereka dapatkan. Seperti biasa setelah sholat subuh hari masih gelap Rohmat menjemput kedua temannya. Kemudian ketiga pemuda itu berangkat menuju hutan di sebelah barat. Menjelang siang hari sampailah mereka di suatu tempat yang banyak kayu-kayu bakarnya. Mereka mulai mengumpulkan kayu bakar dan mengikatnya. Ketika mereka sedang asyik mengumpulkan kayu bakar tiba-tiba hujan turun sangat deras, disertai dengan guntur dan petir saling bersahutan. Ketika pemuda itu sangat bingung dan takut, mereka berlarian mencari tempat berteduh.

“Hai lihat! Ada goa! Ayo kita berteduh di sana!” teriak Rohmat pada kedua temannya. Tak lama kemudian ketiga pemuda itu sudah berada di dalam gua yang sangat gelap. Mereka tidak bisa melihat apapun di sekelilingnya, seakan-akan mata mereka buta karena sangat gelapnya gua itu.
“Rohmat! Kamu di mana?” teriak Romli.
“Aku di sini! Kamu di mana? Mana Rosyid?” Tanya Rohmat.
“Aku di sini bersama Romli” kata Rosyid.
“Kita jangan berpencar!” pinta Rohmat.
“Iya! Kita harus tetap bersama” kata keduanya. Mereka berjalan perlahan-lahan, tiba-tiba mereka menginjak benda–benda halus, licin seperti kerikil.
“Hai! Kakiku menginjak sesuatu” kata salah satu diantara mereka.
“Aku juga. Benda apa ini?” sahut yang lain.
“Seperti batu kerikil tapi terasa lebih halus” kata yang lain lagi. Bersamaan dengan itu mereka dikejutkan oleh suara yang menggema, sehingga terdengar jelas keseluruh ruangan goa.
“Siapa yang mengambil benda itu, akan menyesal”.
“Siapa yang tidak mengambil juga akan menyesal”. Dengan penuh konsentrasi mereka mendengarkan suara gaib tersebut. Berulang-ulang suara itu terdengar dan akhirnya lama kelamaan menghilang.
Rohmat, Rosyid dan Romli mengernyitkan dahi memikirkan apa arti suara gaib itu. “Apakah yang akan diambil? Ada apakah di dalam gua ini?” begitu pikir mereka. Tetapi yang mereka rasakan hanyalah kerikil-kerikil kecil yang mereka injak.



Rohmat berkata dalam hati ”Kalau aku ambil, aku akan menyesal, kalau tidak aku juga menyesal.. Ah.. ambil saja yang banyak”. Rohmat memenuhi semua kantong baju dan celananya dengan benda itu.
Sementara Rosyid berpikir, “Kalau aku ambil aku akan menyesal, kalau tidak, aku juga akan menyesal… Hmm aku akan ambil segenggam sajalah”.
Sedangkan Romli berpendapat lain “Ambil akan menyesal, tidak ambil juga akan menyesal, sama-sama menyesal, lebih baik aku tidak ambil saja”. Ketiga pemuda itu diam membisu, mereka sangat ketakutan.
“Romli! Rosyid! Kenapa tiba-tiba aku menjadi takut?” kata Rohmat.
“Aku juga!” kata keduanya serempak.
“Bagaimana kalau kita lari keluar!” ajak Rohmat.
“Aku setuju. Lebih baik kehujanan daripada kita mati ketakutan di dalam goa!” kata Rosyid.
“Tunggu apa lagi! Ayo kita lari sekarang!..” kata Romli.

Ketiga pemuda itu berlari keluar dari goa. Tanpa terasa mereka berlari terus, menjauh dari goa. Dengan nafas terengah-engah, mereka berhenti dan tanpa disadari hujan pun sebenarnya telah reda. Mereka pun teringat pada benda-benda yang mereka ambil dari dalam goa. Mereka ingin melihat benda apa sebenarnya yang telah mereka ambil. Betapa terperanjat mereka demi melihat yang mereka ambil dari dalam goa, ternyata butiran-butiran berlian!

“MasyaAllah.. Ini berlian!” teriak mereka. Rohmat yang seluruh kantong baju dan celananya penuh dengan berlian merasa menyesal, “Waduuuh.! kalau saja aku tahu ini berlian! Aku akan ambil yang lebih banyak lagi. Bila perlu aku buka bajuku untuk mengantongi berlian ini sebanyak-banyaknya!”. Rosyid juga sangat menyesal karena hanya mengambil segenggam. Romli tubuhnya lemas demi melihat kedua temannya memeiliki berlian sedangkan dia tidak memiliki apa-apa, ”Oooooh..! kenapa aku tadi tidak mau ambil barang sedikit pun…!”. Akhirnya Romli pingsan dengan sejuta penyesalan dalam hatinya.

Setelah Romli mulai siuman, ketiganya berunding dan sepakat untuk kembali ke tempat goa itu berada. Romli mengosongkan isi tasnya, diikuti oleh kedua temannya, dengan harapan jika sampai di dalam goa nanti mereka akan mengambil berlian sebanyak-banyaknya. Tapi setelah sampai di mulut goa, mereka sangat terkejut karena mulut goa sudah tertutup oleh sebuah batu besar. Mereka berusaha untuk membukanya, tetapi sia-sia karena goa sudah tertutup rapat dan tidak dapat dibuka lagi. Akhirnya mereka pulang dengan keadaan menyesal karena tidak memperoleh berlian yang lebih banyak lagi.

Demikian itulah gambaran pengamalan manusia di dunia dan buah dari pengamalan itu yang kelak akan diperoleh di akherat. Berlian itu menggambarkan amalan-amalan baik. Dimana semua manusia pada hari pembalasan akan menyesal demi melihat pahala yang diberikan oleh Allah begitu banyak. Yang beramal banyak akan menyesal, kenapa tidak beramal lebih banyak lagi. Yang beramal sedikit juga menyesal kenapa hanya beramal sedikit. Apalagi yang tidak beramal, akan menjadi penyesalan yang tiada habisnya. Goa menggambarkan dunia. Dimana belum bisa dibedakan antara orang yang beramal banyak, sedikit maupun yang tidak beramal, sebab balasannya belum kelihatan. Sedangkan goa yang sudah tetutup adalah gambaran dari kematian. Jika kematian sudah tiba, penyesalan datang. Namun penyesalan tinggal penyesalan, yang sudah mati tidak akan bisa kembali ke dunia lagi.

Rasulullah SAW telah bersabda: “Setiap orang yang telah mati pasti akan menyesal. Sahabat bertanya, “Mengapa dia menyesal wahai Rasulallah?” Rasulullah menjawab, “Jika dia orang yang beramal baik, akan menyesal mengapa tidak menambah amal kebaikannya (sewaktu hidup di dunia). Jika dia orang yang beramal jelek, akan menyesal mengapa tidak bertaubat dan memperbaiki amal jeleknya (sewaktu hidup di dunia). HR. Tirmidzi dan Baihaqi.

Selagi Allah masih memberikan umur kepada kita, marilah kita penuhi dengan amalan-amalan yang baik. Jangan sampai menjadi golongan orang-orang yang menyesal di kemudian hari/***

No comments:

Post a Comment